HIMASTRON ITB
HIMASTRON ITB Himpunan Mahasiswa Astronomi

Mengenal Space Medicine: Dampak Eksplorasi Antariksa terhadap Kesehatan Manusia beserta Mitigasinya

Astronom Serena Auñón-Chancellor mencampur sampel kristal protein untuk mengembangkan obat dalam kondisi gravitasi rendah (Sumber: NASA)

 

Pada artikel sebelumnya yang berjudul Astronautika Indonesia: Jendela Angkasa Nusantara, teman-teman sudah mengetahui bagaimana usaha umat manusia dalam rangka mewujudkan perjalanan antariksa. Akan tetapi, apa yang terjadi setelah mimpi tersebut terwujud sehingga seluruh kalangan manusia bisa menjelajah angkasa luar? Pernahkah teman-teman berpikir bagaimana hidup di medan gravitasi rendah atau microgravity? Atau, bagaimana hidup di tempat yang terisolasi dan jauh dari Bumi? Hidup di lingkungan angkasa luar mungkin terdengar menarik bagi sebagian orang, terlebih lagi, kita bisa melihat indahnya alam semesta secara langsung sembari melayang bebas di luar sana. Namun, lingkungan gravitasi yang rendah dan tidak adanya atmosfer seperti di Bumi justru menyimpan banyak sekali ancaman bahaya, lo! Terutama dalam hal kesehatan manusia itu sendiri. Memangnya, apa saja ya dampaknya terhadap kesehatan manusia? Dan, bagaimana para astronaut di luar sana mengantisipasi hal tersebut? Yuk, kita cari tahu lebih lanjut…

 

Kehidupan di lingkungan yang ekstrem

Ketika berada di lingkungan gravitasi rendah, manusia akan merasakan sensasi kehidupan yang sangat berbeda. Gravitasi tidak hanya berpengaruh terhadap berat badan, tetapi juga tinggi badan, keseimbangan tubuh, organ kardiovaskular (sistem peredaran darah), serta aliran cairan dalam tubuh manusia. Saat seorang astronaut pergi ke angkasa luar dan berada di lingkungan gravitasi rendah, berbagai ancaman penyakit pun muncul. Dalam jangka pendek atau selama masa adaptasi dengan lingkungan yang sangat baru, sekitar 60–80% astronaut biasanya akan mengalami gejala mual, muntah, dan pucat. Lalu dalam jangka panjang, berbagai masalah seperti hilangnya kepadatan tulang, massa otot, hingga gangguan pengelihatan akan menjadi risiko kesehatan yang serius bagi para astronaut.

 

Kemudian, para astronaut juga sangat rentan terpapar radiasi berenergi tinggi dalam dosis besar dikarenakan tidak adanya atmosfer yang melindungi mereka. Radiasi tersebut dapat berupa radiasi elektromagnetik (seperti ultraviolet, sinar-X, dan sinar gama) ataupun sinar kosmik (partikel bebas bermuatan listrik). Radiasi ini bisa bersumber dari galaksi Bima Sakti maupun Matahari. Meskipun dilindungi oleh baju astronaut dan material wahana antariksa yang tebal, perlu diketahui bahwa radiasi-radiasi tersebut memiliki energi yang sangat besar sehingga bisa menembus pelindung-pelindung buatan manusia tersebut dengan mudah. Ketika manusia terkena radiasi angkasa luar, manusia terancam berbagai macam penyakit mulai dari yang ringan seperti gejala diare, mual, muntah, hingga yang serius seperti kerusakan kulit & saraf, katarak, gangguan ritme sirkadian, dan mutasi gen. 

 

Faktor-faktor eksplorasi antariksa dan pengaruhnya terhadap manusia atau astronaut (Sumber: Eleonora N. Grigoryan ( (dimodifikasi))

 

Tidak hanya berpengaruh terhadap kesehatan fisik manusia, lingkungan ekstrem angkasa luar juga dapat memengaruhi kesehatan mental manusia. Kebayang kan hidup di angkasa luar yang jauh dari peradaban dan hanya memiliki ruang gerak yang terbatas? Isolasi jangka panjang semacam itu tentu akan memengaruhi kestabilan mental manusia. Timbulnya perasaan stress, depresi, gangguan kecemasan, hingga perubahan kepribadian juga menjadi risiko psikologis yang harus dihadapi oleh para astronaut.

 

Sebuah harapan untuk bertahan dan terus mengeksplorasi

Lalu, bagaimana mitigasi untuk meminimalisir dampak-dampak di atas? Nah, di sinilah space medicine berperan. Space medicine sendiri merupakan cabang ilmu di bidang kedokteran yang mempelajari kesehatan, keselamatan, dan kinerja tubuh kru antariksa yang meliputi skrining, perawatan, serta pemeliharaan kinerja mereka di lingkungan antariksa yang ekstrem. Dalam space medicine, untuk meminimalisir dampak yang dirasakan oleh para astronaut, penanganan dalam bentuk farmakologis (obat-obatan) dan nonfarmakologis dapat dilakukan. Misalnya, untuk meminimalisir efek hilangnya kepadatan tulang akibat lingkungan gravitasi rendah, dapat dilakukan langkah farmakologis berupa pemberian suplemen dan vitamin D kepada para astronaut. Di sisi lain, langkah nonfarmakologis seperti latihan kekuatan (resistance) dan konsumsi protein yang cukup juga dapat dilakukan. Kemudian, untuk meminimalisir efek radiasi antariksa, mitigasi nonfarmakologis dalam bentuk pemantauan cuaca antariksa dan penggunaan material perisai radiasi yang efektif dapat dilakukan, sedangkan mitigasi dalam bentuk farmakologis dapat berupa penggunaan obat atau zat yang dapat mengurangi risiko kanker. 

 

Hingga saat ini, space medicine sendiri merupakan salah satu bidang yang berkembang dengan pesat. Perkembangan ini tak lepas dari bidang eksplorasi antariksa yang sedang berkembang pesat pula. Riset dan inovasi terus dilakukan demi mendukung kelangsungan hidup, fungsi, dan kinerja manusia dalam lingkungan yang menantang dan ekstrem di angkasa luar. Pengembangan metode medis seperti oral delivery dalam eksplorasi antariksa merupakan salah satu contoh riset dan inovasi yang dilakukan dalam space medicine

 

Pengembangan oral delivery dalam space medicine (Sumber: https://images.app.goo.gl/MVBoyMhGKrpiSXLR6)
 

Akhir kata, semoga di masa depan umat manusia bisa menjelajah alam semesta yang luas ini dengan aman. Masih banyak misteri-misteri yang perlu diungkap. Namun, tentu kesehatan menjadi faktor prioritas demi kelangsungan hidup umat manusia. Stay curious, stay explore, and stay healthy!

 

Penulis: M. Khawariz Andaristiyan (10321005)

Penyunting: Sulthon Furqandhani Araska (10321013) dan Awang Shandy Candradewani (10322042)

 

Referensi:

Berdasarkan kegiatan Over The Horizon - Nexus 2: Space Medicine bersama Himpunan Mahasiswa Farmasi (HMF) ‘Ars Praeparandi’. (2025, 21 Februari).

Cranford, N. (2025, 6 Februari). The human body in space - NASA. NASA. https://www.nasa.gov/humans-in-space/the-human-body-in-space/

Grigoryan, E. N. (2023). Impact of microgravity and other spaceflight factors on retina of vertebrates and humans in vivo and in vitro. Life, 13(6), 1263. https://doi.org/10.3390/life13061263

Hodkinson, P., Anderton, R., Posselt, B., & Fong, K. (2017). An overview of space medicine. British Journal of Anaesthesia, 119, i143–i153. https://doi.org/10.1093/bja/aex336

Thompson, A. (2024, 20 Februari). Medicine in Space: What Microgravity Can Tell Us about Human Health. Scientific American. https://www.scientificamerican.com/article/medicine-in-space-what-microgravity-can-tell-us-about-human-health/

Tran, Q. D., Tran, V., Toh, L. S., Williams, P. M., Tran, N. N., & Hessel, V. (2022). Space medicines for space health. ACS Medicinal Chemistry Letters, 13(8), 1231–1247. https://doi.org/10.1021/acsmedchemlett.1c00681