Jika kalian membuka ensiklopedia-ensiklopedia astronomi, kalian pasti sering melihat gambar memesona dari objek-objek alam semesta, contohnya seperti gambar di bawah ini:
Nebula Helix (Sumber: HST, NASA)
Nama dari objek tersebut adalah nebula Helix. Sangat indah, bukan? Padahal, jika kita mendongak dan melihat langit dari Bumi, kita hanya dapat melihat Bulan, Matahari, serta titik-titik cahaya atau bintang. Lantas, bagaimana cara para astronom mengabadikan gambar objek langit seindah itu? Pernahkah kalian bertanya-tanya apakah objek alam semesta di luar sana memang benar-benar tampak penuh warna dan jelas seperti gambar tersebut? Mari kita kupas bersama-sama.
Perlu kalian ketahui bahwa alam semesta itu bak ruang raksasa untuk melakukan penelitian bagi para astronom, sama seperti fisikawan dan kimiawan di laboratoriumnya. Perbedaan di antara mereka adalah objek penelitian astronom tidak akan pernah bisa disentuh dan dikaji secara langsung. Para astronom hanya bisa mengamati objek-objek langit tersebut dari jarak yang sangat jauh, melalui observasi astronomi. Observasi astronomi dilakukan untuk mendapatkan informasi dari objek alam semesta yang dibawa oleh ‘kurir-kurir’ astronomi, seperti cahaya, sinar kosmis, neutrino, dan lain sebagainya. Terdapat tiga jenis observasi yang dilakukan oleh astronom untuk menerima informasi dari kurir astronomi tersebut, yaitu fotometri, spektroskopi, dan astrometri.
Spektroskopi
Dari namanya saja sebenarnya kita sudah mengetahui gambaran besar mengenai informasi apa yang didapatkan para astronom dari observasi ini. Ya, betul! Spektrum! Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, salah satu kurir informasi astronomi adalah cahaya. Objek-objek alam semesta memancarkan radiasi cahaya melalui proses yang terjadi di dalam dirinya sendiri (contohnya pada bintang, baca di artikel: Menyusuri Perjalanan Bintang-Bintang: Lahir, Hidup, dan Mati). Cahaya tersebut dipancarkan dalam bentuk paket-paket cahaya yang disebut dengan foton. Masing-masing foton memiliki panjang gelombang yang bersesuaian dengan energinya . Ketika foton bertumbukan dengan suatu partikel, partikel dan foton akan berinteraksi sehingga menghasilkan perubahan pada karakterisasi fotonnya, yaitu absorpsi atau emisi. Jadi, sebenarnya spektroskopi ini mengkaji bagaimana efek dari partikel yang dikenai oleh foton.
Spektrum cahaya kontinu, emisi, dan absorpsi. (Sumber: Scienceready)
Lalu, bagaimana prosesnya? Mari kita ambil contoh objek berupa bintang. Apabila kita mengarahkan teleskop kita ke suatu bintang, cermin atau lensa (kolektor) di teleskop kita akan menangkap paket-paket cahaya yang datang dari objek tersebut. Setelah foton-foton masuk ke dalam teleskop, sebuah bagian bernama spektrograf di dalam teleskop akan menyebarkan atau mendispersi cahaya tersebut dalam panjang gelombang yang bersesuaian. Secara sederhana, peristiwa ini mirip ketika kalian memberi sorotan cahaya pada sebuah prisma, kalian akan mendapati bahwa cahaya tersebut disebarkan dalam berbagai warna (ingat bahwa setiap warna memiliki panjang gelombangnya masing-masing). Namun, perbedaannya ialah teleskop menggunakan instrumen yang disebut dengan grating dan hasilnya akan dibaca oleh perangkat terakhir dalam teleskop bernama detektor.
Spektrum bintang (Sumber: Webbtelescope, NASA)
Bagaimana? Apakah masih sulit dipahami? Mari kita gunakan analogi sederhana. Paket-paket cahaya yang telah melewati grating memiliki panjang gelombangnya masing-masing. Foton tersebut kemudian akan diterima oleh detektor yang berisikan ribuan piksel. Piksel di sini berperan seperti sebuah ember yang menampung bulir-bulir foton. Di ‘ember’ tersebut, akan terbaca foton-foton pada panjang gelombang berapa saja. Kemudian, di ember tersebut juga dihitung seberapa banyak foton pada panjang gelombang yang sama. Jumlah foton yang dihitung ini menggambarkan intensitas atau kecerlangan dari panjang gelombang yang terbaca. Seperti itulah gambaran sederhananya.
Karena interior bintang terdiri dari berbagai macam partikel, spektrum yang didapatkan oleh para astronom akan menunjukkan absorpsi atau emisi akibat dari keberadaan partikel tersebut. Hal ini menjadi indikator kajian yang dibutuhkan oleh para astronom. Dari analisis spektroskopi lanjut, para astronom dapat mengetahui berbagai parameter dari objek yang diamati. Salah satu contoh parameter yang dapat diturunkan dari analisis lanjut spektroskopi adalah komposisi kimia yang dimiliki oleh bintang.
Kelimpahan unsur Matahari (Sumber: M. Asplund et al. Ar Astronomy and Astrophysics)
Fotometri
Fotometri merupakan jenis observasi astronomi yang sebenarnya tidak jauh berbeda dari spektroskopi. Jika spektroskopi mengkaji spektrum yang dihasilkan oleh objek alam semesta, fotometri lebih fokus pada pengukuran intensitas atau tingkat kecerlangannya. Sama seperti spektroskopi, teleskop akan mengumpulkan cahaya dari objek yang diamati. Perbedaan besar dari fotometri dan spektroskopi adalah penggunaan instrumentasi di dalam teleskop. Karena fotometri hanya mengkaji intensitas yang digambarkan sebagai jumlah foton yang diterima oleh piksel atau ‘ember’ detektor pada tiap-tiap panjang gelombang, observasi fotometri tidak memerlukan spektograf untuk mengetahui efek absorpsi atau emisi pada spektrum cahayanya.
Dari fotometri, akan didapatkan kurva cahaya seperti gambar berikut (contoh untuk objek bintang variabel):
Kurva cahaya bintang variabel SZ Cyg (Sumber: Durham University)
Karena observasi fotometri ini mengkaji intensitas dari tiap-tiap panjang gelombang yang diamati, melalui pengolahan data dan juga gambar, akan didapatkan citra-citra objek seperti yang sering kita lihat. Tiap warna menggambarkan panjang gelombang maksimum dari cahaya yang dipancarkan. Selain itu, warna yang ditunjukkan juga memuat informasi lainnya, seperti dominansi debu atau gas serta temperaturnya.
Nebula Helix di beberapa panjang gelombang (Sumber: ESA)
Melalui analisis lebih lanjut, para astronom bisa mendapatkan parameter dari objek yang diamati. Salah satu contoh parameter yang diturunkan dari fotometri adalah kecerlangan objek atau biasa disebut sebagai magnitudo.
Astrometri
Jenis observasi kali ini cukup berbeda dari dua observasi sebelumnya. Jika observasi sebelumnya mengkaji informasi spesifik dari cahaya yang dipancarkan oleh objek, astrometri sendiri fokus pada pengukuran posisi dan jarak objek-objek alam semesta. Saat melakukan observasi astrometri, para astronom seolah-olah sedang memetakan langit. Selain itu, astrometri juga mengkaji pergerakan dari benda-benda langit itu sendiri. Dalam suatu kasus, kadang kala objek langit mengalami perubahan-perubahan yang teramati oleh para astronom, misalnya perubahan gerak orbit. Namun, jika dilakukan observasi spektroskopi dan fotometri, objek tersebut tidak menunjukkan keanehan. Melalui astrometri, perubahan tersebut bisa jadi dapat terungkap. Perubahan orbit tersebut mungkin saja akibat dari gravitasi benda lain yang tidak teramati ketika dilakukan analisis spektroskopi dan fotometri.
Jadi, gambar-gambar cantik di ensiklopedia yang kita baca tidak serta-merta diambil langsung menggunakan teleskop yang ada di bumi ataupun di luar bumi. Setiap gambar telah melewati proses analisis panjang. Tidak hanya berupa gambar, observasi astronomi juga menghasilkan banyak sekali informasi mengenai sifat fisis dan kimiawi dari objek-objek benda langit yang sangat dibutuhkan oleh para astronom!
Penulis: Lintang Arian Semesta (10322059)
Penyunting: M. Khawariz Andaristiyan (10321005)
Referensi:
Chromey, F. (2010). To Measure the Sky. Cambridge University Press.