HIMASTRON ITB
HIMASTRON ITB Himpunan Mahasiswa Astronomi

Mengenal Bintang Cepheid: Salah Satu Alat untuk Mengukur Jarak Ekstragalaktik

Leavitt’s work on Cepheids allowed Edwin Hubble to deduce the distance to the Andromeda galaxy, uncovering a larger, grander universe (Sumber: NASA, ESA, dan Hubble Heritage Team)

 

Di suatu malam pada Agustus 1595, seorang astronom amatir bernama David Fabricius mengamati suatu bintang di konstelasi Cetus, yaitu bintang o Ceti. Bintang ini tampak meredup dari waktu ke waktu, bahkan terlihat lenyap setelah dua bulan berlalu. Namun, beberapa bulan setelahnya, kecerlangan o Ceti semakin meningkat hingga kembali terang seperti sebelumnya. Fenomena tersebut kembali berulang, bintang kembali redup dalam beberapa bulan dan kembali terang beberapa bulan setelahnya. Saat itu, tidak ada seorangpun tahu bahwa pemahaman lebih dalam terhadap pola redup-terang inilah yang akan mengantarkan kita jauh ke luar galaksi Bimasakti.

 

Bintang yang Berdenyut secara Periodik

Dua abad berlalu, astronom John Goodrick menemukan bintang lain yang juga memiliki ritme kecerlangan. Namun, kali ini periodenya (waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu siklus, yaitu dari terang ke redup lalu terang lagi) lebih singkat dan teratur, yaitu 5 hari 8 jam 47 menit. Bintang tersebut adalah δ Cephei. Ternyata, bintang-bintang yang diamati oleh Fabricius dan Goodrick adalah pulsating star atau bintang berdenyut, yaitu bintang yang memiliki variasi kecerlangan (meredup dan menjadi terang) akibat permukaannya mengembang dan mengerut secara periodik. Pulsating star dengan variasi kecerlangan yang mirip dengan δ Cephei kemudian dikenal sebagai Cepheid. Kini, Cepheid digunakan oleh para astronom sebagai alat dalam pengukuran jarak ekstragalaktik. Namun, bagaimana prinsipnya?

 

Tantangan dalam Menentukan Jarak

Sekitar 20 abad lalu, Hipparchus mengelompokkan bintang-bintang ke dalam beberapa kategori kecerlangan yang disebut sebagai magnitudo. Skala magnitudo kini digunakan dalam menggambarkan tingkat kecerlangan objek-objek langit dengan hubungan yang berbanding terbalik. Semakin terang suatu objek, nilai magnitudonya semakin kecil. Magnitudo semu mengacu pada kecerlangan bintang yang diamati dari Bumi, sedangkan magnitudo absolut mengacu pada kecerlangan bintang jika diukur dari suatu standar jarak yang ditentukan, yaitu 10 parsek ( 1 parsek ≈ 3,26 tahun cahaya, 1 tahun cahaya ≈ 9 triliun km) dari bintang.

 

Hubungan antara magnitudo semu, magnitude absolut, dan jarak dari objek yang diamati dapat dinyatakan secara matematis dan dikenal sebagai modulus jarak. Diketahuinya nilai magnitudo semu dan magnitudo absolut dari sebuah bintang memungkinkan kita untuk menentukan jarak ke bintang tersebut. Cepheid yang merupakan bintang supergiant, sekitar 50 kali massa Matahari dan ribuan kali lebih terang, dapat diamati meski berada jauh di galaksi-galaksi lain. Magnitudo semu dari suatu objek dapat dengan mudah ditentukan, tetapi tidak dengan magnitudo absolutnya. Tentunya, dalam menentukan magnitudo absolut, kita tidak mungkin benar-benar berada di posisi 10 parsek dari bintang untuk mengukur kecerlangannya. Tantangan ini kemudian terjawab setelah ditemukannya pola sederhana yang tampak dari kumpulan bintang-bintang Cepheid.

 

 The Small Magellanic Cloud: a dwarf galaxy that provides the data Leavitt has used to discover a universal ruler (Sumber: ESA/Hubble and Digitized Sky Survey 2)

 

Menemukan Hubungan Periode-Luminositas

Pada 1912, astronom Henrietta Leavitt berhasil menemukan 2400 Cepheid dengan periode denyutan berkisar antara 1—50 hari. Hampir semua Cepheid yang Ia temukan berada di Small Magellanic Cloud (SMC), yaitu galaksi katai satelit Bimasakti. Dalam pencarian bintang-bintang Cepheid di galaksi katai tersebut, Leavitt menemukan adanya hubungan sederhana antara periode dan luminositas (jumlah cahaya yang dipancarkan oleh bintang) Cepheid. Ia menemukan bahwa Cepheid yang lebih terang membutuhkan waktu lebih lama untuk menyelesaikan satu siklus denyutnya daripada Cepheid yang lebih redup. Dengan kata lain, semakin kecil rata-rata magnitudo semu Cepheid, semakin lama pula periode denyutannya.

 

Beberapa asumsi digunakan dalam perhitungan jarak Cepheid, salah satunya ialah bintang-bintang Cepheid di SMC memiliki jarak yang kurang lebih sama dari kita (sekitar 61 kiloparsek). Dengan begitu, Leavitt kemudian dapat menyimpulkan bahwa perbedaan magnitudo semu bintang-bintang tersebut pasti sama dengan perbedaan magnitudo absolutnya. Dengan kata lain, perbedaan magnitudo semu dari bintang-bintang ini akan mencerminkan perbedaan intrinsik dari kecerlangannya, yaitu luminositas atau magnitudo absolutnya. Asumsi lain yang digunakan ialah semua Cepheid memiliki hubungan periode-luminositas yang sama. Jika jarak dari satu bintang Cepheid diketahui, hubungan periode-luminositas ini dapat kita gunakan dalam menentukan jarak ke Cepheid manapun. Leavitt pun berhasil menemukan metode untuk mengukur jarak ke galaksi-galaksi lain.

 

Kecerlangan bintang-bintang Cepheid di Small Magellanic Cloud diplot terhadap periode (hari). Variabel m dan M menunjukkan magnitudo semu dan magnitudo absolut yang saling terkait. (Sumber: Shapley, Galaxies, Harvard University Press, Cambridge, 1961)

 

Hingga tahun 2005, sebanyak 40.000 pulsating star telah ditemukan oleh para astronom. Leavitt berhasil menemukan 5% dari total penemuan tersebut. Namun, Leavitt tampak tidak cukup puas dengan hanya mengumpulkan data-data yang Ia temukan. Leavitt pun memberikan waktunya untuk memahami sifat dari bintang-bintang Cepheid lebih dalam. Ia kemudian menemukan pola dari kumpulan data tersebut, yaitu hubungan sederhana dari sifat-sifat yang dimiliki Cepheid. Kini, Cepheid berperan sebagai standard candles yang tersebar di alam semesta, memungkinkan kita untuk melakukan pengukuran jarak ekstragalaktik.

 

Penulis: Karyssa Tetiani Agusta (10322050)

Penyunting: M. Khawariz Andaristiyan (10321005)

 

Referensi:

Britannica. (n.d). Cepheid variable. https://www.britannica.com/science/Cepheid-variable.

 

Engelmann, P. (2014). Cepheid Stars as Standard Candles for Distance Measurements. 

 

Carroll, B & Ostlie, D. (2014). An Introduction to Modern Astrophysics. (edisi kedua). Cambridge University Presshttps://www.cambridge.org/highereducation/books/an-introduction-to-modern-astrophysics/140DDF8A480C3841DCCD76D66984D858#contents.

 

Howell, E. (2017, 12 Oktober). Luminosity and magnitude explained: Historical overview. Space. https://www.space.com/21640-star-luminosity-and-magnitude.html.

 

University of Western Australia. (2011). Measuring the Universe 4: Explanation of the cosmic distance ladder. https://www.uwa.edu.au/science/-/media/Faculties/Science/Docs/Explanation-of-the-cosmic-distance-ladder.pdf.