Galaksi Bima Sakti: Kisah perlawanan Bima dan Naga (Sumber: Mumpuni Collection)
Masyarakat telah mempelajari berbagai cabang ilmu pengetahuan yang memiliki satu tujuan utama, yaitu untuk membantu kehidupan masyarakat itu sendiri. Ilmu pengetahuan menuntun manusia untuk menciptakan teknologi-teknologi mutakhir dan solusi-solusi untuk berbagai permasalahan hidup manusia. Berbekal dari tujuan tersebut, masyarakat telah menanamkan pemikiran bahwa ilmu-ilmu yang mereka pelajari haruslah memiliki peran secara nyata dan dapat dirasakan langsung oleh mereka. Akhirnya, mulai timbul stereotip-stereotip bahwa keilmuan yang tidak memberikan dampak nyata bagi masyarakat tidak terlalu penting dan bukanlah sebuah prioritas untuk dipelajari, salah satunya adalah Astronomi. Kebanyakan masyarakat masih menganggap bahwa Astronomi merupakan cabang ilmu yang begitu “asing”. Mungkin kalian pernah mendengar seseorang yang menanyakan manfaat dari mempelajari objek-objek langit yang begitu jauh di langit atau tentang bagaimana ilmu Astronomi tidak membantu kehidupan manusia di Bumi. Padahal, Astronomi menjadi salah satu cabang ilmu pengetahuan yang paling dekat dengan kehidupan. Bahkan, seseorang tidak perlu menjadi seorang astronom untuk dapat merasakan manfaat dari keilmuan Astronomi. Mari kita telusuri kedekatan Astronomi dan kehidupan masyarakat!
Astronomi pembangun kultur dan budaya
Perlu kalian ketahui bahwa salah satu cabang ilmu tertua adalah Astronomi. Mengapa Astronomi menjadi salah satu ilmu tertua yang dipelajari oleh manusia? Jawabannya sangat sederhana. Pada zaman dahulu, ketika manusia belum menyentuh cabang-cabang ilmu pengetahuan yang lain, manusia telah terlebih dahulu hidup berdampingan dengan alam: langit dan Bumi. Manusia tentu melihat kenampakan objek-objek di langit setiap hari dan mengamati perubahan-perubahan yang terjadi. Dari pengamatan tersebut manusia mulai menafsirkan arti dan petunjuk yang diberikan oleh objek-objek langit. Keindahan objek-objek langit tersebut acapkali dikaitkan oleh masyarakat zaman dahulu dengan sesuatu yang sakral atau pertanda akan terjadinya sesuatu hal yang baik atau buruk.
Komet yang acapkali dianggap sebagai pertanda buruk (Sumber: Deepimpact, University of Maryland)
Interpretasi tersebut disajikan dalam bentuk ritual, tarian, atau kisah-kisah yang diceritakan turun temurun. Salah satu contoh dari budaya yang dibangun dari Astronomi adalah Tari Bedhaya Ketawang. Tari ini dipercaya merupakan interpretasi dari bintang-bintang di gugus Pleiades. Kemudian, ada kisah tentang pertarungan Bima yang menjadi legenda di balik kenampakan galaksi Bima Sakti di langit, hingga kisah Hala Na Godang Sang Naga Raksasa yang sejatinya adalah rasi Orion. Meskipun tidak berdasarkan pada fakta-fakta ilmiah, namun mereka memegang peranan penting dalam perkembangan kultur dan budaya manusia. Dari interpretasi sederhana tersebut manusia akan mulai bisa mempelajari fakta yang lebih ilmiah.
Tari Bedhaya Ketawang (Sumber: S. Pandji)
Astronomi dan waktu
Manusia membutuhkan petunjuk waktu untuk menjalani kegiatan sehari-hari. Zaman dahulu, manusia kuno membedakan waktu secara sederhana dengan mengamati perubahan objek-objek di langit. Satu hari didefinisikan dari matahari terbit hingga terbit lagi setelah tenggelam. Lalu, satu bulan didefinisikan dari perubahan fase Bulan yang terlihat di langit. Hal serupa juga menjadi dasar penentuan tahun dan minggu. Ketika manusia sudah mengembangkan teknologi, manusia mulai melakukan perhitungan secara presisi terhadap perubahan kenampakan objek langit dan menciptakan sebuah sistem waktu yang disebut kalender. Saat ini, kita menggunakan sistem kalender universal yang bernama kalender Gregorian. Kalender ini mengacu pada tahun masehi yang didasari dari perhitungan revolusi Bumi, diamati dari waktu pergerakan semu tahunan matahari. Selain itu, terdapat kalender yang didasari dari perhitungan revolusi Bulan, yaitu kalender Hijriah. Penentuan kalender ini dilakukan dengan mengamati perubahan-perubahan fase Bulan yang terjadi.
Astronomi dan arah
Rasi bintang Crux dan Ursa Minor (Sumber: IAU)
Sebelum ada teknologi penunjuk arah seperti Google Maps, manusia terlebih dahulu menggunakan kenampakan objek-objek langit sebagai penunjuk arah. Objek langit yang paling sering digunakan oleh manusia adalah bintang-bintang di malam hari. Manusia zaman dahulu mengamati bahwa letak bintang-bintang akan selalu sama di waktu yang sama. Berbekal dari sana, manusia kemudian menjadikan bintang-bintang dalam bentuk rasi sebagai penunjuk arah. Contoh dari rasi bintang yang menjadi penunjuk arah adalah rasi bintang Biduk atau Ursa Minor sebagai penunjuk arah utara dan rasi bintang Layang-layang (Jawa: Gubug Penceng) atau Crux sebagai penunjuk arah selatan. Di zaman modern, penggunaan objek langit sebagai acuan navigasi masih sangat dibutuhkan, terutama bagi Angkatan Laut.
Latihan Praktek Kartika Jala Krida (Lattek KJK) 2021 (Sumber: Akademi Angkatan Laut)
Astronomi dan perkembangan teknologi dunia
Pengamatan objek-objek langit dilakukan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan tentang rahasia alam semesta yang masih belum terjawab atau menjelaskan fenomena-fenomena luar biasa yang terjadi di luar angkasa. Astronom membuat riset-riset ilmiah untuk mengungkap rahasia di balik hal-hal tersebut. Untuk mengungkap fakta-fakta di balik peristiwa di alam semesta, manusia memerlukan teknologi yang paling mutakhir. Riset-riset ilmiah tersebut telah mendorong ilmuwan dunia untuk menciptakan teknologi-teknologi yang dapat membantu para astronom untuk mendapatkan jawabannya. Jika tidak ada keinginan untuk menjelajah alam semesta dan mencari jawaban di balik fenomena di sana, manusia tidak akan pernah menciptakan satelit-satelit canggih seperti Hubble dan James Webb Space Telescope. Begitu juga dengan observatorium-observatorium besar dan teleskop landas bumi canggih seperti saat ini.
James Webb Space Telescope (Sumber: NASA)
Astronomi dan mitigasi bencana
Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya Bumi tidak selamanya aman dari bencana yang ditimbulkan oleh objek luar angkasa. Meteor bisa kapan saja jatuh dan menabrak Bumi, menimbulkan bencana yang dapat merusak dan membahayakan manusia. Dengan adanya Astronomi, manusia bisa memprediksi ada atau tidaknya meteor yang jatuh ke Bumi, ukuran meteor, serta waktu jatuhnya meteor ke Bumi sehingga dapat dilakukan mitigasi bencana.
Meteor jatuh (bagian tengah atas) (Sumber: National Park Service/Brad Sutton)
Astronomi sangat berperan penting bagi kehidupan manusia. Pencarian jawaban di balik fenomena di alam semesta serta perubahan kenampakan objek langit tidak hanya mengantarkan manusia untuk menemukan rahasia agung di baliknya, tetapi juga mendorong manusia dalam perkembangan teknologi dan juga membantu kehidupan manusia seperti yang sudah dijelaskan. Masyarakat harus mulai terbuka terhadap keilmuan Astronomi karena dengan menghargai dan mendukung perkembangan Astronomi, kita tidak hanya memperkaya pengetahuan kita tentang alam semesta, tetapi juga membuka pintu bagi inovasi dan kemajuan di berbagai bidang.
Penulis: Lintang Arian Semesta (10322059)
Penyunting: M. Khawariz Andaristiyan (10321005)
Referensi:
Ammarell, G., Tsing, A. L. (2014). Cultural Production of Skylore in Indonesia; dalam Ruggles, C. L. N. (Editor) Handbook of Archaeoastronomy and Ethnoastronomy.
Aveby, A. F. (1989) Empires of Time: Calendars, Clocks, and Cultures.
Chapman, David M. F. (2002). The Astronomical Basis of Our Calendar. (dave.chapman@ns.sympatico.ca).
Rosenberg, M., Russo, P., Bladon, G. & Christensen, L.L., (2014) Astronomy in Everyday Life CAPjournal 14, 2014.
Yamani, A. (2011). Jejak Langkah Astronomi di Indonesia. https://langitselatan.com/2011/01/02/jejak-langkah-astronomi-di-indonesia/.